FAEDAH: KISAH TIGA ORANG YANG TERJEBAK DALAM GUA
Faedah dari hadits ke 12 Kitab Riyadhus Shalihin

“Ada tiga orang dari golongan orang-orang sebelummu sama berangkat bepergian, sehingga terpaksalah untuk menempati sebuah gua guna bermalam, kemudian merekapun memasukinya. Tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar dari gunung lalu menutup gua itu atas mereka. Mereka berkata bahwasanya tidak ada yang dapat menyelamatkan engkau semua dari batu besar ini melainkan jikalau engkau semua berdoa kepada Allah Ta’ala dengan menyebutkan perbuatanmu yang baik-baik.
Seorang dari mereka itu berkata: “Ya Allah. Saya mempunyai dua orang tua yang sudah tua-tua serta lanjut usianya dan saya tidak pernah memberi minum kepada siapapun sebelum keduanya itu, baik kepada keluarga ataupun hamba sahaya. Kemudian pada suatu hari amat jauhlah saya mencari kayu – yang dimaksud daun-daunan untuk makanan ternak. Saya belum lagi pulang pada kedua orang tua itu sampai mereka tertidur. Selanjutnya sayapun terus memerah minuman untuk keduanya itu dan keduanya saya temui telah tidur.Saya enggan untuk membangunkan mereka ataupun memberikan minuman kepada seseorang sebelum keduanya, baik pada keluarga atau hamba sahaya. Seterusnya saya tetap dalam keadaan menantikan bangun mereka itu terus-menerus dan gelas itu tetap pula ditangan saya, sehingga fajarpun menyingsinglah, Anak-anak kecil sama menangis kerana kelaparan dan mereka ini ada di dekat kedua kaki saya. Selanjutnya setelah keduanya bangun lalu mereka minum minumannya. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan keridhaanMu, maka lapanglah kesukaran yang sedang kita hadapi dari batu besar yang menutup ini.” Batu besar itu tibatiba membuka sedikit, tetapi mereka belum lagi dapat keluar dari gua.
Yang lain berkata: “Ya Allah, sesungguhnya saya mempunyai seorang anak paman wanita – jadi sepupu wanita – yang merupakan orang yang tercinta bagiku dari sekalian manusia – dalam sebuah riwayat disebutkan: Saya mencintainya sebagai kecintaan orangorang lelaki yang amat sangat kepada wanita – kemudian saya menginginkan dirinya, tetapi ia menolak kehendakku itu, sehingga pada suatu tahun ia memperoleh kesukaran. Diapun mendatangi tempatku, lalu saya memberikan seratus duapuluh dinar padanya dengan syarat ia suka menyendiri antara tubuhnya dan antara tubuhku -maksudnya suka dikumpuli dalam seketiduran. Ia berjanji sedemikian itu. Setelah saya dapat menguasai dirinya – dalam sebuah riwayat lain disebutkan: Setelah saya dapat duduk di antara kedua kakinya – sepupuku itu lalu berkata: “Takutlah engkau pada Allah dan jangan membuka cincin – maksudnya cincin di sini adalah kemaluan, maka maksudnya ialah jangan melenyapkan kegadisanku ini -melainkan dengan haknya – yakni dengan perkawinan yang sah -, lalu sayapun meninggalkannya, sedangkan ia adalah yang amat tercinta bagiku dari seluruh manusia dan emas yang saya berikan itu saya biarkan dimilikinya. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian dengan niat untuk mengharapkan keridhaanMu, maka lapangkanlah kesukaran yang sedang kita hadapi ini.” Batu besar itu kemudian membuka lagi, hanya saja mereka masih juga belum dapat keluar dari dalamnya.
Orang yang ketiga lalu berkata: “Ya Allah, saya mengupah beberapa kaum buruh dan semuanya telah kuberikan upahnya masing-masing, kecuali seorang lelaki. Ia meninggalkan upahnya dan terus pergi. Upahnya itu saya perkembangkan sehingga ber-tambah banyaklah hartanya tadi. Sesudah beberapa waktu, pada suatu hari ia mendatangi saya, kemudian berkata: Hai hamba Allah, tunaikanlah sekarang upahku yang dulu itu. Saya berkata: Semua yang engkau lihat ini adalah berasal dari hasil upahmu itu, baik yang berupa unta, lembu dan kambing dan juga hamba sahaya. Ia berkata: Hai hamba Allah, janganlah engkau memperolok-olokkan aku. Saya menjawab: Saya tidak memperolok-olokkan engkau. Kemudian orang itupun mengambil segala yang dimilikinya. Semua digiring dan tidak seekorpun yang ditinggalkan. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian ini dengan niat mengharapkan keridhaanMu, maka lapangkanlah kita dari kesukaran yang sedang kita hadapi ini.” Batu besar itu lalu membuka lagi dan merekapun keluar dari gua itu. (Muttafaq ‘alaih)
Faedah yang bisa diambil:
1. Ketiga orang tersebut adalah orang yang terdidik. Mereka sadar bahwa mereka tidak akan mampu menggeser batu besar tersebut. Maka dari itu, mereka berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena pada saat seperti itu, hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala sajalah yang mampu menolong.
2. Ada tiga bentuk macam tawasul yang sesuai dengan syariat:
- Bertawasul dengan nama dan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala
- Bertawasul dengan amalan shalih yang pernah dilakukan
- Bertawasul dengn doa orang shalih yang masih hidup dan mendengar doa kita.
4. Diantara adab berdoa adalah menggunakan lafadz “Allahumma”. Berdoa dengan menggunakan lafadz “Allahumma” telah diriwayatkan dalam beberapa kisah, diantaranya adalah kisah ketika Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa salam berdoa di perang badar. Beliau berdoa agar Alloh menahan tenggelamnya matahari, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mengabulkan doa beliau. Disitu beliau dahului dengan mengucapkan “Allahumma”.
5. Berdoa dengan nama Allah yang baik. Dan “Allah” adalah nama yang paling baik. Allah bermakna dzul uluhiyah, yang maha berhak untuk disembah.
6. Berbakti kepada kedua orang tua adalah salah satu amalan shalih. Dalam hadits tersebut sang anak menginginkan amalan shalihnya tetap terjaga sampai-sampai dia kesampingkan keluarga dan budak budaknya demi mendahulukan orang tuanya.
7. Dalam hadits ini ketiga orang tersebut menggunakan kata-kata “jika/kalau” (Maka kalau Engkau tahu, aku melakukan hal itu karena mengharapkan wajah-Mu, bukakanlah satu celah untuk kami dari batu ini agar kami melihat langit). Hal ini menunjukkan kesempurnaan iman seseorang. Mereka tidak berani menjamin amalan mereka diterima tetapi mereka takut jika amalan mereka tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
8. Sebuah amalan tidak akan bernilai jika dicampuri dengan riya.
9. Jika pada awalnya seseorang beramal untuk mengharap pujian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian ditengah-tengah ibadahnya masuk riya’ maka dalam hal ini ada perincian.
- Jika dia melawan rasa riya’ tersebut sampai akhir ibadah, maka selamatlah ibadahnya. Bahkan dia mendapat pahala bermujahadah.
- Jika dia kalah dan terjatuh pada riya’, maka ini juga perlu dirinci:
- Jika amalannya bersambung dalam satu rangkaian ibadah. Misalnya ada seseorang yang sholat kemudian ditengah-tengah muncul riya maka ibadahnya tetap sah namun cacat.
- Jika amalannya terpisah. Misalnya, sedekah tiap bulan, maka ibadah yang ikhlas diterima, sedangkan yang terdapat riya tidak diterima
Dicatat dari pelajaran kitab Riyadhus Shalihin, bab ikhlas, hadits nomor 12 yang disampaikan oleh Ustadz Khidir bin Muhammad Sunusi di Masjid Jajar, Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar